Kamis, 26 Agustus 2010

BERKOMITMEN

BERKOMITMEN
Pada tahun 2005, Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara mencatat ada 76.179 perceraian; kemudian pada tahun 2006 mencatat 76.428 perceraian. Sampai tahun 2010 ini kemungkinan besar jumlah perceraian makin meningkat. Di seminari-seminari, tempat pembinaan calon pastor-pendeta juga dari tahun ke tahun jumlah siswanya mengalami penurunan.

Membaca data tersebut kita bisa bertanya mengapa orang tidak mampu bertahan pada komitmennya?

Jawaban atas pertanyaan ini bisa bermacam-macam. Bisa jadi salah satu alasannya adalah karena perkembangan jaman yang menawarkan berbagai kemudahan. Situasi masyarakat kita mengalami perubahan begitu cepat. Situasi pada 20 tahun yang lalu sudah sangat berbeda dengan situasi pada saat ini. Pada 20-an tahun yang lalu, saya masih menyaksikan dan mengalami sendiri, barisan anak-anak sekolah yang mengendarai sepeda “onthel”. Di kampung kami, sejak SMP sampai SMA, setiap hari kami pergi dan pulang dari sekolah naik sepeda “othel” dengan jarak tempuh tidak kurang dari 25 KM.

Pemandangan barisan anak-anak sekolah dengan naik sepeda “onthel”, kini sudah tidak kami jumpai lagi di kampung kami. Yang kami jumpai saat ini adalah barisan anak-anak naik sepeda motor. Motor yang dulu masih barang langka, sekarang telah dimiliki oleh setiap keluarga. Jaman sekarang orang tidak perlu bersusah-susah mengumpulkan uang supaya bisa membeli motor. Tanpa uang pun sekarang orang bisa membawa pulang motor. Ada fasilitas kredit yang begitu mudah didapatkan.

Saat ini kita hidup dalam generasi yang dibanjiri dengan berbagai macam fasilitas. Di satu sisi macam-macam fasilitas itu bisa memudahkan gerak hidup orang. Orang bisa bekerja secara efektif, efisien, memiliki jaringan yang luas dan lain sebagainya. Akan tetapi juga di lain sisi, kemudahan hidup ini ikut mempengaruhi perkembangan karakter manusia secara kurang baik. Salah satu dampak negatifnya adalah generasi sekarang umumnya lemah dalam dedikasi dan kerja keras, bahkan pada takut atau tidak mau membuat komitmen yang panjang. Gejala meningkatnya angka perceraian perkawinan, menurunnya semangat dan dedikasi para pegawai, menurunnya jumlah orang-orang yang mau menjadi pastor, biarawan/wati, pendeta , menurunnya semangat anak-anak untuk belajar adalah contoh-contoh mengenai kondisi orang yang tidak memiliki ketahanan dalam berkomitmen yang panjang.

Lalu? Merenungkan kondisi ini tentu bukan maksud saya agar kita tidak lagi menggunakan fasilitas yang ada dan kembali ke jaman 20-an tahun yang lalu dengan beramai-ramai naik sepeda. Yang ingin saya tawarkan sebagai bahan permenungan adalah bagaimana kita membangun komitmen hidup dan tetap setia pada komitmen yang telah kita buat meski sulit dan penuh tantangan.

Dalam hal ini kita bisa belajar dari Petrus dalam Lukas 5: 1-11. Ia diminta oleh Yesus untuk bertolak lebih ke tengah danau dan menebarkan jala. Atas permintaan Yesus itu Petrus menjawab, “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa” (ay.5). Dari jawaban Petrus bisa diterka bahwa ia sebetulnya ingin menolak permintaan Yesus karena merasa waktunya tak cocok, saat penangkapan ikan sudah selesai dan tidak ada ikan. Dan mungkin Petrus juga membayangkan bagaimana kesan orang nanti tentang dirinya bila ternyata tidak mendapat ikan sama sekali. Dia bisa jadi akan diejek orang. Petrus sungguh merasa lesu dan enggan untuk menuruti permintaan Yesus.

Itulah saat yang sulit bagi Petrus untuk mengambil sikap: bila ia menyerah pada kelesuan dan keraguan serta mengatakan kepada Yesus tak ada gunanya menangkap ikan dan lebih baik kembali ke rumah, maka ia menolak tawaran Yesus. Sebaliknya kalau Petrus memutuskan untuk mau berjerih payah menebarkan jala ke tengah, tetapi akhirnya ia tak mendapatkan ikan sama sekali, ia akan malu pada kebanyakan orang.

Dalam keraguan itu akhirnya Petrus mengalami pencerahan dan berani mengambil sikap jelas. Ia berkata kepada Yesus, “Karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga”. Di sini Petrus merupakan lambang manusia yang mau bertaruh dan berani mengambil resiko apapun yang akan terjadi termasuk bila dia akan mendapatkan nasib yang sial.
Dalam hidup ini dibutuhkan manusia-mansuia seperti Petrus yang berani mempertaruhkan hidupnya dan tak takut mengambil resiko. Kalau kita selalu cemas akan apa yang akan terjadi dan tak berani berjuang, kita akan menjadi pribadi yang lemah dan tak akan bisa menemukan kebahagiaan hidup yang sejati.

Minggu, 09 Mei 2010

KITA HARUS BISA MENEMBUS BATAS,.....KEREPOTAN DAN KEGAGALAN ORANG LAIN ADALAH PELUANG KITA.....MISKIN TAPI BERMARTABAT